Memikat
Penyunting : Andreas Harsono dan Budi Setiyono
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta
Cetakan : II (Edisi Revisi), Mei 2008
Tebal : xxvi + 324 halaman
Penyunting : Andreas Harsono dan Budi Setiyono
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta
Cetakan : II (Edisi Revisi), Mei 2008
Tebal : xxvi + 324 halaman
Presensi : Edy Firmansyah
Buku yang ada di tangan pembaca ini barangkali merupakan 'warisan terakhir' majalah Pantau. Delapan cerita yang dimuat antologi ini adalah hasil kerja kontributor majalah Pantau antara 2001 dan 2004. Semua karya dalam kumpulan ini dipilih ramai-ramai lewat mailing list. Isinya macam-macam. Mulai dari cerita soal tentara Indonesia di Aceh, cerita soal warga Malaysia yang mengebom Atrium Senen, hingga cerita seorang pemulung bernama Kebo yang mati dibakar warga Jakarta. Bahkan bisa disebut kumpulan ini adalah best of the best reportase majalah Pantau.
Buku yang ada di tangan pembaca ini barangkali merupakan 'warisan terakhir' majalah Pantau. Delapan cerita yang dimuat antologi ini adalah hasil kerja kontributor majalah Pantau antara 2001 dan 2004. Semua karya dalam kumpulan ini dipilih ramai-ramai lewat mailing list. Isinya macam-macam. Mulai dari cerita soal tentara Indonesia di Aceh, cerita soal warga Malaysia yang mengebom Atrium Senen, hingga cerita seorang pemulung bernama Kebo yang mati dibakar warga Jakarta. Bahkan bisa disebut kumpulan ini adalah best of the best reportase majalah Pantau.
Memang buku ini cukup berhasil dalam hal menyuguhkan reportase yang hidup. Bahasanya renyah, alur ceritanya runut. Seakan-akan kita tak sedang membaca sebuah reportase, melainkan sedang membaca cerpen. Para penulis dalam kumpulan ini benar-benar pelari maraton yang tangguh dalam jurnalisme.
Siapa pun bahkan dari kalangan manapun bisa menikmati seluruh isi buku ini. Bahkan keinginan kuat buat menerangkan kepada khalayak ramai tentang jurnalisme sastrawi, atau juga dikenal sebagai narrative reporting, cukup tersampaikan lewat buku ini.
Melalui kumpulan artikel itu pengelola majalah Pantau mencoba membuat perubahan baru jurnalisme di Indonesia. Setidaknya, sejarah tentang jurnalisme sastrawi pernah lahir di Indonesia. Buku ini buktinya. Sebagaimana galibnya sejarah, buku memiliki perjalanan hidupnya sendiri. Apakah disambut antusias atau sepi-sepi saja kita serahkan saja pada pasar.
Edy Firmansyah, Pustakawan di Sanggar Bermain Kata (SBK) Madura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar