WAKTU

KOLEKSI BUKU

Selasa, 27 Januari 2009

Mendekonstruksi Ajaran NASAKOM Bung Karno




Judul Buku: “BUNG KARNO dan NASAKOM”

Penulis: Nurani Soyomukti

Penerbit: Garasi Book, Yogyakarta

Cetakan: I, November 2008

Tebal: xii+287 halaman

Peresensi: A. Zaenurrofik


DALAM sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Soekarno adalah figur terpenting. Dia adalah peletak dasar kemerdekaan dan pencetus Pancasila, sang proklamator kemerdekaan, serta seorang ideolog yang mumpuni. Pidato-pidatonya mampu menggugah dan menggerakkan massa untuk mengikuti apa kebijakan yang harus ditempuh sang Presiden.

Karena sejak muda Soekarno sudah berkenalan dengan banyak budaya dan ideologi, tentu saja perjalanan hidupnya juga sangat mempengaruhi pemikiran ideologisnya. Dengan tujuan untuk mendekonstruksi ideologi Soekarno itulah, maka buku ini hadir. Buku yang berjudul “Soekarno dan NASAKOM” karya Nurani Soyomukti ini bisa jadi merupakan buku pertama yang paling komprehensif dalam mendedah bagaimakah pemikiran Bung Karno.

Jika buku ini adalah buku sejarah, tampaknya penulis merasa terbebani oleh ketakutan kalau-kalau saya tidak mampu menggambarkan sejarah secara objektif. Karena itulah, tampaknya memfokuskan pada pemikiran politik diambil semata-mata untuk menghindari penafsiran tentang sejarah riwayat hidup yang terlalu individualis. Dengan menghindari sejarah yang individualis penulis berharap dapat menghadirkan sosok Bung Karno dari kebesaran dan kekayaan pandangan ideologisnya yang radikal.

Karena itulah penulis berusaha untuk memilih ’enjel’ berupa sejarah perlawanan Bung Karno dan sejarah perlawanan rakyat, terutama sisi radikalnya. Penulis tampaknya tidak mau masuk ke wilayah-wilayah individual yang kadang memberikan citra negatif bagi tokoh itu. Dari buku-buku tentang Soekarno biasanya kita mendengar berbagai macam tuduhan dan cerita tentang sisi negatif Bung Karno, misalnya Bung Karno itu ”ngacengan” dan tak tahan jika melihat perempuan, Bung Karno pengecut dan antek penjajah Jepang, Bung Karno narsis, Bung Karno itu Jawa kuno yang suka mistik dan seperti raja-raja yang suka mengagung-agungkan diri, dan lain-lain, dan seterusnya.

Menekankan pada pemikiran ideologi Bung Karno tampaknya merupakan pilihan yang tepat. Dan itulah yang menyebabkan buku ini fokus dengan tema yang diangkat, dengan kemampuan eksplorasi yang menunjukkan kematangan penulis sebagai seorang intelektual muda yang konsisten dengan tema-tema ideologi politik dan gerakan sosial-politik. Penekanan pada pemikiran dan tindakan radikal anti-penjajahan asing itulah yang saat ini memang dibutuhkan; Ada baiknya kita menonjolkan berbagai kisah yang membuat mereka percaya diri dan menirunya. Fakta bahwa Bung Karno adalah tokoh radikal, Kiri, idealis dan romantis dalam dirinya yang terus berjuang diangkat secara nyata dalam buku ini.

Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) adalah tiga aliran yang disatukan oleh Bung Karno dan dianggap sebagai pemersatu—dan ideologi itu pulalah yang menjelaskan kenapa Bung Karno menjadi radikal sejak muda hingga tuanya. Di masa muda ia berkali-kali masuk penjara karena keberaniannya melawan penjajah. Di masa tuanya, terutama sejak akhir 1950-an hingga pertengahan 1960-an, ia justru menjadi lebih radikal lagi.

Yang berusaha ditelusuri oleh penulis adalah kenapa Bung Karno bisa menjadikan tiga ideologi yang berbeda menjadi saru kesatuan, pada hal di kalangan tokoh-tokoh lainnya tidak mungkin ketiga ideologi itu disatukan. Tentu hal itu tak lepas dari kepentingan Bung Karno serta latarbelakang hidupnya. Menelusuri berbagai macam literatur, maka diketahui bahwa Nasakom adalah ideologi yang melekat karena Soekarno memang bukan orang lain. Bung Karno adalah tokoh yang “sanggup mensintesis pendidikan secara modern dengan kebudayaan animistik purbakala dan mengambil ibarat dari hasilnya menjadi pesan-pesan pengharapan yang hidup dan dapat dihirup sesuai dengan pengertian dari rakyat kampung. Hasil dari semua ini dinamakan orang—dalam istilah biasa—Sukarnoisme” (hlm. 166).

Membaca dari awal hingga khir buku ini, akan kita dapatkan fakta yang tak terbantahkan bahwa Bung Karno tetaplah seorang yang radikal hingga menjelang akhir hayatnya. Ia tetap melihat ancaman imperialisme terhadap Indonesia—dan kemampuan itu tak dimiliki oleh para pimpinan negeri ini sekarang. Bung Karno adalah orang yang demokratis karena tidak hitam-putih dalam melihat persoalan. Cita-cita NASAKOM (Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme) adalah warisannya, wasiatnya, yang harus kita terima sebagai senjata pemersatu dan alat membangun negeri. Ketiga ide(ologi) itu adalah produk sejarah (perlawanan) bangsa ini sepanjang bangsa ini lahir dan terus saja berhadapan dengan penjajahan. Selama penjajahan ada, maka NASAKOM akan tetap menjangkiti kita—entah sadar atau tidak!

Memahami dan mempraktekkan nasionalisme secara benar, Islam secara benar, dan komunisme secara benar, serta tidak mempertentangkan antara ketiganya, akan menghasilkan energi atau kekuatan anti-penjajahan yang luar biasa. Tetapi, mempraktekkan ketiganya secara tidak benar, atau hanya memanipulasi ketiganya untuk kepentingan politik sempit, justru akan mempercepat bangsa ini menuju lubang pembantaiannya.

Saat ini kita menghadapi nasionalisme palsu dan sempit, nasionalisme untuk membohongi rakyat! Saat ini kita menghadapi Islam palsu dan sempit, yang hanya kelihatan wajah teroristiknya, formalitas kosongnya, hingga Islam politik yang berwajah memalukan! Saat ini kita berhadapan dengan orang-orang yang sok komunis dan menggunakan komunisme untuk menakut-nakuti di satu sisi, atau anak-anak muda yang sok komunis!

Maka, dengan memahami pikiran Bung Karno kita akan mengetahui siapakah nasionalis sejati, Islamis sejati, dan komunis sejati—yaitu mereka yang memiliki semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari tangan imperialis, yang menghormati perbedaan kepercayaan dan suku, yang tidak memaksakan cara-cara kekerasan yang tidak efektif, yang terlalu jauh meninggalkan kesadaran massa!

Pertama-tama, Nurani Soyomukti mengajak pembaca untuk memahami kontradiksi sejarah bagaimana perkembangan masyarakat Indonesia sebelum Bung Karno muncul dan saat Bung Karno hidup—alam penindasan dan penjajahan. Kedua, penulis menggambarkan bagaimana riwayat hidup Bung Karno, dari masa kecil hingga tua. Ketiga, penulis membawa pembaca pada inti dari apa yang ingin sampaikan dalam buku ini, yaitu konsep NASAKOM menurut Bung Karno. Dari uraian itu, jelaslah apa yang dipahami oleh Bung Karno tentang nasionalisme, Islam, dan Komunisme. Pembaca juga akan dibawa pada latarbelakang, baik objektif maupun subjektif, kenapa Bung Karno menawarkan konsep NASAKOM.

Maka kita akan memahami tesis yang ingin disampaikan Nurani Soyomukti dalam buku ini: karena Bung Karno anti-imperialis, atau setidaknya Bung Karno adalah orang yang mendefinisikan atau menyandarkan eksistensinya dengan cara menempatkan diri sebagai orang besar—dan untuk menjadi besar ia harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat (rakyat), kebutuhan rakyat adalah melawan imperialisme. Makanya, Bung Karno akan tetap dikenang rakyat karena kebesarannya.

=======================================
Tentang Peresensi
Ahmad Zaenurrofik, SH
; Peneliti di CSSR (Center for Social Science and Religion) Surabaya; sedang menyusun tesis di Program Master Hukum di Universitas Negeri Jember.

5 komentar:

Anonim mengatakan...

,Bung karno emang tiada duanya,,,,!!! sosok sprti beliau begitu dirindukan,,,!! setidaknya sifat2nya bs kita temukan dlm sosok pemimpin kita saat ini...

kiat sukses berpenghasilan mengatakan...

wah sangat eksotis banget jejak proklomator kita,semoga lahir kembali sosok idaman kita,agar indonesia ini mengalami perubahan maksimal.Satya mencari buku ini tp sulit menemukannya tolong solusinya.trims

Prameswalatte mengatakan...

Saya ingin mnedownload bukunya.. xixi.. ngad punya uang buad beli.. huummmff... tapi bingung mo download ke mana.,
but,, makasih buad infonya... :D good job

www.kelanabuku.blogspot.com mengatakan...

terimakasih buat kawan-kawan semua yang sudi memberikan komentar dan mampir.

salam tabik!!

admin mengatakan...

jika menelusur dalam UUD 45 (brlum amandemen) akan dapat simpulan bahwa negara kita dibangun atas dasar sosialisme ke-Indonesia-an. nasakom adalah 3 pilar ideologi yang menyokong kebangkitan bangsa pasca penjajahan belanda-jepang. nasionalisme-marhaenisme, sosialisme-agamis, sosialisme-kumunal disatukan dalam kerangka sosialisme diatas ide Gotong-Royong