WAKTU

KOLEKSI BUKU

Sabtu, 22 Maret 2008

Membaca Nani, Membaca Kehidupan



(Dimuat di HARIAN SURYA, 25 November 2007)
Membaca Nani, Membaca Kehidupan
Oleh: Nurfa Rosanti



Judul : Jejak Air: Biografi Kehidupan Nani Zulminarni
Penulis : Puthut EA
Penerbit : INSIST Press, Yogyakarta
Cetakan : I, April 2007
Tebal : vii + 199 Halaman

Menurut Puthut EA, penulis buku ini, setiap orang itu penting. Karenanya setiap orang mempunyai sejarah dan pengalaman, dan semua itu adalah bahan yang tak terbantahkan sebagai anasir-anasir kehidupan. Juga, secara politis, pengalaman setiap orang adalah sebuah versi tentang kebenaran (hal. 188). Nah, dengan semangat itulah buku biografi ini ditulis.

Buku ini tidak berkisah tentang dongeng para bintang, juga bukan tingkah polah para elit politik dan pejabat birokrat, serta jauh dari sepak terjang para selebritas sebagaimana umumnya buku biografi ditulis. Sebaliknya, buku ini berkisah tentang kehidupan seorang perempuan yang telah melewatkan waktu duapuluh tahun klebih untuk bekerja dilipatan tanah dan di pinggiran sejarah. Ia bersama ribuan perempuan miskin terus bergerak untuk melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Karenanya warna kehidupannya tidak selalu molek dan gemerlap, tapi kadang penuh debu dan suram.

Nani Zulminarni, itulah nama perempuan itu. Telah 20 tahun dia menekuni kerja pengorganisasian masyarakat. Ia begitu kaya dengan pengalaman lapangan. Setidaknya, dalam rentang kerjanya yang cukup panjang itu, ia telah menahkodai dua lembaga besar tingkat nasional yang bekerja di tingkat akar rumput, yakni Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) dan Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Ia juga pernah menjabat sebagai ketua badan pengurus Asosiasi Pendamping Perempuan USaha Kecil (ASSPUK). Sementara di tingkat regional dan internasional, Nani tercatat sebagai anggota dewan eksekutif Asian South Pasific Bureau for Adult Education (ASPBAE). Ia juga merupakan anggota komite eksekutif South East Asia Popular Communication Programmes (SEAPCP). Nani juga menjadi anggota anggota Just Associate (JASS) sebuah jaringan aktivis yang berkantor pusat di Washington dan anggota Social Watch Network, yang bertugas dan memonitor berbagai program penanggulan kemiskinan yang dijalankan di Negara asal anggota. Pengalamannya terentang dari pendamping lapangan, peneliti, direktur, konsultan sampai fasilitator (hal.8).

Namun semua jabatan itu tidak diraihnya dengan jalan lempang. Banyak onak dan duri yang selalu menjadi rintangan perjalanan hidupnya. Bukan hanya rintangan internal seperti keluarga, suami dan anak. Melainkan juga ringtangan eksternal dan yang m\paling mencolok adalah politik. Tapi—meminjam penyataan Darwin—bukan yang kuat, melainkan yang paling adaptiflah yang bisa bertahan hidup. Dan Nani salah satu diantara manusia yang adaptif itu.

Betapa tidak, perjalanan hidup Nani berada dalam bayang-bayang orde baru yang amat tidak ramah terhadap perempuan. Artinya dominasi laki-laki dalam kepemimpinan amat sulit ditembus. Pasalnya orde ini menilai politik kaum perempuan adalah ancaman. Fantasi yang paling sering dihembuskan adalah klimaks Gerakan 30 September 1965. sebuah upacara digelar di lubang buaya. Segerombolan perempuan menari telanjang, bernyanyi sambil menyiksa tubuh para jenderal. “Darah ini mereah, Jenderal” seru seorang perempuan sambil menyilet tubuh korban (hal. 61). Meskipun fantasi itu hingga saat ini tak terbukti kebenarannya, tapi cara itu telah berhasil menggiring kaum perempuan untuk bertekuk lutut dihadapan laki-laki. Tapi Nani terbukti berhasil melalui semua itu.

Apa resepnya? Filosofi air. Nani menjalani kehidupan ibarat iar. Mengalir. Terjadilah apa yang terjadi. Dan ia menjatuhkan seluruh keinginan dan bayangannya tentang hidup yang sejahtera di tanah kenyataan. Air yang mengalir menuju dataran yang paling rendah, menuju tanah kehidupan yang sesungguhnya (hal. 53).
Itulah mengapa ketika keputusan Nani berjilbab di saat kontorversi berjilbab menjadi isu hangat tak menyurutkan niatnya. Bahkan meskipun dia akhirnya kesulitan menjadi kerja. Tapi kegigihannya itu yang justru membawanya ke PPSW, dari situlah perjalanan politiknya dimulai. Pun ketika, Nani dituding menikam dari belakang atas kepemimpinan Chamsiah Djamal) di PPSW, dia menghadapinya dengan tegar. Dia ikuti arus ibarat air. Bahkan perceraiannya dengan Sambas, sang suami, tak membuat dia goyah. Dia terus meniti kehidupan. Seperti air yang mengalir.

Dikemas dengan cukup memikat dengan pesona prosa, membuat biografi Nani Zulminarni ini terlihat hidup. Terlebih lagi ketika setiap perjalanan kehidupan Nani kerap dikaitkan dengan gejolak politik yang membayanginya. Sehingga tidak ada kesan ada kejumawaan dalam perjalanan hidup Nani. Karena—seperti kata Marx—sekecil apapun hidup pasti terkait erat dengan materialisme histories zamannya. Karenanya bagi mereka yang kerap belajar dari perjalanan hidup orang lain, buku ini layak dibaca. Termasuk juga mereka yang hendak memulai hidup sebagai organizer. Tapi satu hal yang perlu diingat; hidup ini indah.




TENTANG PENULIS
Nurfa Rosanti
adalah Anggota Sanggar Bermain Kata (SBK) Madura. Guru Pengajar SMP Darussyahid Sampang-Madura.

Tidak ada komentar: